Selasa, 03 Maret 2015

Menyambung Rambu Kehidupan di bawah Rambu Lalu Lintas


Semarang. Siapa yang ga tau kota ini. Kota dengan sejuta keindahan alamnya, dan pesonanya di balik gedung-gedung tua yang bakal banyak kita temuin disini.
Tapi sekarang aku ga lagi ngebahas soal wisata alam disini. Ada beberapa hal yang pengin aku ungkapin lewat blog ini.
Kalian pasti pernah ke tugu muda, atau seengganya melewati daerah situ.
Pesona lawang sewu? Atau menikmati indahnya air mancur di tengah ramainya lalu lintas jalan raya?
Oohh bukan itu yang ku maksud.
Ada satu titik sudut di kota ini yang ngebuat aku trenyuh. Okkeh. Apa alasannya? Mari simak catatan perjalanan saya ini.

Di balik panasnya kota semarang ini, ternyata masih ada sebagian diantara kita yang rela berpanas-panas ria demi mencukupi kebutuhan hidup. Yaa.. kebutuhan yang ga seharusnya dengan cara seperti ini ia jalani.
Oji. 5tahun. Anak yang menjual koran.

Belakangan ini aku tau namanya, ya karena seringnya aku main dan pasti selalu liat bocah itu lalu lalang di jalan raya sambil menjajakan koran. Bayangkan saja bocah kecil ini harus mondar mandir kesana kemari demi ngejualin korannya, dan taruhannya itu yang jelas nyawanya. Seandainya ia berlari disaat lampu hijau itu nyala bisa saja kan truck menghampirinya, atau resiko yang paling kecil ia terserempet motor. Siapa yang bakal tanggung jawab?

Aku sempat menggodanya, ku sodorkan uang 5rb dan ia pun menghampiriku. Dengan muka polos dan rasa malu ia mengambil uang dari tanganku. Seketika ku tanya, “Dimana ayah ibumu?” ,ia hanya geleng-geleng kepala.
Lalu kutanya lagi, “Siapa yang menyuruhmu?” ,ia malah langsung lari dan kembali berlalu lalang menjual korannya.

Saking penasarannya aku masih berdiri melihat kondisi seperti apa sebenarnya. Semakin lama dan akhirnya perlahan aku tau jawabannya. Ternyata memang gerak-geriknya sudah diawasi. Ada beberapa orang dewasa yang mengarahkan kemana ia harus berlari. Sesekali orang dewasa itu menghampirinya, memeriksa Koran apakah masih banyak atau mulai menipis.
Tapi kenapa harus anak kecil seperti dia yang mereka jadikan sebagai umpan? Inikah sandiwara kebutuhan hidup manusia? Kenapa tidak mereka saja yang melakukannya? Haruskah menjadikan anak kecil sebagai umpan agar orang-orang sekitar yang melihat kejadian ini lebih iba?

Seharusnya ia bebas bermain bola. Bukan disini
Seharusnya ia bisa berlari bebas. Bukan disini
Seharusnya ia bisa menikmati tidur siang. Bukan disini
Seharusnya ia mengaji dan menimba ilmu. Bukan disini
Seharusnya bukan disini tempat ia sekarang!!!

1 komentar:

  1. iyaa..kasihan banget anak-anak..aku ngeri lihat mereka main di jalanan sudah kayak di rumah..takut terserempet atau kenapa-kenapa :(

    BalasHapus